Cacing pita merupakan golongan Cestoda yang termasuk 1 dari 3 kelas cacing parasit (parasit = membutuhkan “intermediate host” yaitu manusia dalam perkembangannya). Dua lainnya adalah kelas Nematoda dan Trematoda. Cacing pita menempel pada saluran usus dan menyerap asupan nutrisi dari host yang terinfeksi. Ada dua jenis Cestoda yang akan kita bahas pada thread ini, yang mungkin sudah pernah teman – teman dengar sebelumnya yaitu cacing pita pada sapi (taenia saginata) dan cacing pita pada babi (taenia solium).
Taenia Saginata
Taenia Saginata dewasa dapat berukuran 3 – 5 meter (beberapa mencapai 10 meter), menempel dan menghisap nutrisi melalui dinding – dinding bagian atas saluran cerna. Manusia sebenarnya bukan host definitive melainkan host intermediate dan terinfeksi sebagai akibat memakan daging sapi mentah (seperti Ethiopia) atau yang dimasak kurang matang dan mengandung larva cacing pita. Seekor T. Saginata dewasa bisa menelurkan 50,000 telur perhari selama 10 tahun. Area endemis T. Saginata antara lain Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tengah, terutama dimana ada peternakan sapi dengan sanitasi yang buruk. Diperkirakan lebih dari 100 juta kasus di seluruh dunia.
Manifestasi klinis Taenia Saginata
Biasanya dimulai dengan pasien yang curiga dengan meemukan segmen cacing dalam faeces, telur cacing juga bisa kita jumpai. Sejumlah pasien mengeuhkan nyeri lambung ringan, diare, dan penurunan berat badan. Appendicitis (radang usus buntu) dan Cholangitis (infeksi saluran empedu) juga bisa terjadi sebagai akibat migrasi cacing pita pada fase proglotid.
Pencegahan: pastikan daging sapi yang kita makan sudah matang karena T. Saginata pada daging sapi bisa rusak pada temperature di atas 48 derajat Celcius. Perbaikan sanitasi pada peternakan juga bisa perlu dilakukan untuk pencegahan. Di negara – negara Eropa inspeksi daging sapi diberlakukan secara ketat, yaitu dengan mengamati langsung daging sapi segar dan kemudian dibekukan (deep frozen dibawah 20 derajat Celcius selama 24 jam)
Taenia Solium
Taenia Solium dewasa dapat berukuran 2 – 3 meter (dapat mencapai 7 meter). Yang membedakan dari T. Saginata adalah T. Solium pada fase larva dapat menyebabkan Cysticercosis (kerusakan jaringan tempat mereka berkembang biak) dan Neurocysticercosis (kerusakan syaraf) yang bisa berakibat kematian, dimana diperkirakan 50 – 100 juta orang terinfeksi Cysticercosis di seluruh dunia. Daerah endemis T. Solium adalah daerah – daerah yang tinggi konsumsi daging babi terutama yang tidak dimasak sampai matang. Ethiopia, Kenya, Congo, Madagaskar merupakan daerah endemis. Di Amerika Serikat dilaporkan 1,000 kasus baru tiap tahun, utamanya akibat imigran dari Amerika Latin.
Manifestasi klinis Taenia Solium
Infeksi T. Solium biasanya tanpa gejala, tetapi yang dikeluhkan biasanya nyeri lambung (tidak begitu jelas), mual, kelaparan dan penurunan berat badan, anoreksia (kurang nafsu makan) tapi bisa juga mengalami peningkatan nafsu makan. Seperti yang sudah disebutkan juga, fase larva yang berkembang bisa mengakibatkan Cysticercosis dimana paling sering menyerang system syaraf (Neurocysticercosis) yang berakibat penderita kejang berat dan kematian.
Pencegahan: sama seperti T. Saginata, yaitu memasak hingga matang daging babi konsumsi. Pengawasan babi ternak dengan mengecek kesehatan mulut babi terhadap fase larva T. Solium, dan inspeksi langsung daging babi segar dan metode deep frozen harus dilakukan. Begitu juga masalah sanitasi pada peternakan babi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar