Selasa, 28 Januari 2014
sejarah banyuwangi
Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur
terdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang
adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah
bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi
hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden
Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden
Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika
Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di
depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia
terpisah dengan para pengiringnya. “Kemana seekor kijang tadi?”, kata
Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. “Akan ku cari terus
sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang menerobos semak belukar dan
pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di
sebuah sungai yang sangat bening airnya. “Hem, segar nian air sungai
ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang
dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa
langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik
jelita. “Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia?
Jangan-jangan setan penunggu hutan,” gumam Raden Banterang
bertanya-tanya. Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik
itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?” sapa Raden Banterang. “Saya
manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden Banterang pun
memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati
berasal dari kerajaan Klungkung”. “Saya berada di tempat ini karena
menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam
mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu,
Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja
Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang
ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia.
Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar
istana. “Surati! Surati!”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian
compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa
yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud
kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam,
karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya. Surati menceritakan
bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi.
Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya.
Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan
sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus
kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa. Pertemuan Surati
dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang,
dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden
Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan
oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping. “Tuangku,
Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh
istri tuan sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya,
dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat
peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk
membunuh Tuan,” jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki
berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah
Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera
pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung
menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah
diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di
hutan. “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau
merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat
kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. ” Begitukah
balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.”Jangan asal tuduh. Adinda
sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong
kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap pada
pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan
hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu
ingin mencelakakan istrinya. Raden Banterang berniat menenggelamkan
istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden Banterang
menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping
ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan
dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan
suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi
sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar
Raden Banterang luluh hatinya. Namun, Raden Banterang tetap percaya
bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. “Kakanda suamiku! Bukalah hati
dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi
berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan
Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati
mengingatkan. “Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda
diminati bantuan, tetapi Adinda tolah!”. Mendengar hal tersebut , hati
Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong..
“Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti
Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti
Adinda bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan
istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris
yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke
tengah sungai lalu menghilang. Tidak berapa lama, terjadi sebuah
keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian
itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak
berdosa! Air kali ini harum baunya!” Betapa menyesalnya Raden Banterang.
Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah
terlambat. Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa
disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama
Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar